Tugas III
Psikoterapi Softskill
Nama Anggota :
Agva Eko (10514523)
Elwas Prasetyo
(13514540)
Muhammad Rizky Karim
(17514530)
Salman Alfarizi
(19514950)
Dosen : Ira Puspitawati
Tanggal Post : 28
Mei 2017
Eksistensial Therapy
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi eksistensial berpijak pada
premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan
tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik
memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau
teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang
berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan
menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha
membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut
keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik
mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang
manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada
dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan
memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada
fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang
konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik
berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang
menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik
dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk
mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan
terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang
berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang
manusia.
Konsep-konsep utama
Humanistik-eksistensial therapy adalah sebagai berikut :
- Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk
menyadari dirinya sendiri, dimana suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan
manusia mampu berfikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri pada
seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
- Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan
tanggung jawan bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada
manusia.
- Penciptaan makna
Manusia itu unik, mereka berusaha
untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberi
makna bagi kehidupannya. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna
akan menimbulkan kondisi isolasi, depersonalisasi, alinesi, dan kesepian. Untuk
itu manusia harus mengaktualisasi diri dengan mengungkapkan potensi-potensi
manusiawinya.
Tujuan terapeutik dalam terapi
humanistik-eksistensial
Terapi eksistensial ini bertujuan
untuk :
-Agar klien mengalami keberadaannya
secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi secara
sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
– Meluaskan kesadaran diri
klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas
dan betanggung jawab atas arah hidupnya
-Membantu klien menghilangkan
kecemasan-kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan
deterministik di luar dirinya.
Fungsi dan peran terapis dalam
terapi humanistik-eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik
eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai
sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu
selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur
yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang
lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien
yang sama.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli
psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
-Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi ke pribadi
-Menyadari peran dari tanggung jawab
terapis
-Mengakui sifat timbal balik dari
hubungan terapeutik
-Berorientasi pada pertumbuham
-Menekankan keharusan terapis
terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
-Mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan akhir terletak di tangan klie
– Mengakui kebebasan klien
untuk mengungkapkan pandangannya
-Mengurangi kebergantungan dari
klien terhadapnya
Proses klien mencapai kesembuhan
dalam terapi humanistik-eksistensial
Dalam terapi eksistensial, klien
mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus
aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus memutuskan
ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya.
Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri,
dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu
deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat
laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien
lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses
terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat
pandangan-pandangannya menjadi real.
Teknik-teknik dan prosedur-prosedur
terapeutik dalam terapi humanistik-eksistensial
Karena pendekatan humanistik-eksistensial
ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah
terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering
mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan
psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang
dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis
tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek
terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan
fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti
kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis
eksistensial.
Metode dan prosedur yang digunakan
dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien
yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu kefase yang lain pada
pasien yang sama.
Sumber
Corey, Gerald. 2009. Teori dan
Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
